Topmetro.co, Aceh Tamiang – Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang, dr Andika Putra, harus bertanggungjawab atas dugaan kelalaian yang dilakukan oleh seorang dokter yang bertugas di RSUD tersebut dalam menangani pasien.
“Dokter yang lalai dalam menangani pasien di RSUD Aceh Tamiang, harus dipertanggugjawabkan juga oleh Direktur Rumah Sakit (RS) tersebut,” tegas Ketua LBH GP Ansor Aceh Tamiang, Ajie Lingga, SH kepada topmetro.co, Kamis (16/11/2023), menanggapi adanya dokter di RSUD Aceh Tamiang, lalai dalam menjalankan tugas, yang telah dilaporkan ke Polda Aceh, oleh seorang pasien.
Ajie, yang juga berprofesi sebagai pengacara itu, juga menyesalkan apa yang telah terjadi di RUSD Aceh Tamiang terkait dugaan tersebut hingga dilaporkan oleh pasien ke Polda Aceh.
“Kami turut berduka atas kejadian yang telah menimpa korban. Dan dugaan kelalaian atau dugaan malpraktek tersebut harus dipertanggungjawabkan baik oleh dokter tersebut, maupun Direktur RSUD Aceh Tamiang,” tegas Ajie.
Dengan adanya dugaan kasus tersebut, tambah Ajie pihaknya meminta dengan tegas kepada Polda Aceh agar permasalahan tersebut menjadi atensi karena menyangkut hajat hidup orang dan pelayanan kesehatan.
“Jika memang dugaan malpraktik itu terbukti, kami meminta agar oknum dokter tersebut segera di tersangka kan sesuai Undang-undang No 17 tahun 2023 pasal 440 ayat 1, berbunyi setiap tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan kealpaan yang mengakibatkan pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Rp250 juta,” ujar Ajie
Selain itu, lanjut Ajie, terkait dugaan tersebut, pihaknya meminta kepada Kapolda Aceh, untuk juga memeriksa Direktur RUSD Aceh Tamiang, karna ia nilai Direktur, jabatan yang paling bertanggungjawab dalam struktural ditubuh RSUD tersebut. Karena semua aspek mulai dari SDM dokter dan tenaga kesehatan lainnya merupakan tanggungjawab Direktur sebagai pimpinan tertinggi ditubuh RSUD.
“Jika terbukti adanya dugaan unsur kelalaian dari Direktur sebagai pimpinan tertinggi. kami minta penyidik juga menetapkan Direktur RSUD Aceh Tamiang, sebagai tersangka. Karena ini menyangkut nyawa manusia tidak boleh dianggap sepele,” ucap Ajie.
Dalam kasus tersebut, sambung Ajie, pihaknya juga menyarankan kepada korban untuk melakukan gugatan secara perdata dengan dasar adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) kerugian yang diderita korban. Agar menjadi efek jera dan tidak terulang lagi kemudian hari.
Pj Bupati Diminta Copot Direktur RSUD Aceh Tamiang
Dengan adanya dugaan kelalaian atau dugaan malpraktek tersebut, Ajie Lingga meminta kepada Pejabat (Pj) Bupati Aceh Tamiang, DR. Drs. Meurah Budiman, SH, MH untuk mencopot Direktur RSUD Aceh Tamiang, dr. Andika Putra, serta memeriksa semua yang terlibat dalam dugaan tindak pidana tersebut. Serta membentuk tim pencari fakta agar bisa mengambil langkah kongkrit dalam menyelamatkan nama baik RUSD dan Pemkab Aceh Tamiang.
“Harapan kami oknum tersebut dipecat dari status ASN. Serta Direktur RSUD Aceh Tamiang, orang yang kami anggap paling bertanggungjawab sebagai pucuk pimpinan juga bisa dipecat dari ASN. “Jangan sampai masyarakat tidak berani lagi datang berobat ke RSUD karena adanya permasalahan ini,” ujar Ajie Lingga mengakhiri.
Sekedar untuk diketahui, melalui kuasa hukum dari YLBHI-Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh, seorang pasien berinisial RD (30) melaporkan seorang dokter di yang bertugas di RSUD Aceh Tamiang, berinisal EA ke Polda Aceh, setelah dirinya dioperasi di RSUD tersebut.
Laporan polisi tersebut tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: STTLP/213/IX/2023/SPKT/Polda Aceh pada tanggal 2 Oktober 2023. Pengacara korban melaporkan dokter spesialis obstetri dan ginekologi (Sp.OG) pada RSUD Aceh Tamiang berinisial EA atas dugaan melakukan malapraktik terhadap kliennya RD.
“Dokter EA yang menangani pasien RD diduga telah melakukan malapraktik melanggar ketentuan Pasal 440 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), dan/atau pasal 360 jo pasal 361 KUHP,” kata kuasa hukum LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, SH, MH, kepada wartawan, di Karang Baru, Selasa (14/11/2023).
Selain melanggar ketentuan pidana, Qodrat mengungkapkan, dr EA juga diduga telah melanggar Pasal 8 Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pasal 7a tentang Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
“Dalam pasal ini menuntut seorang dokter bersikap profesional serta wajib memberikan pelayanan secara kompeten dalam setiap praktik medisnya,” tegasnya.
Pihaknya berharap Polda Aceh dapat mengusut kasus ini hingga tuntas dan memproses setiap orang yang diduga terlibat, baik dokter hingga pihak RSUD Tamiang, perlu diminta pertanggungjawaban terhadap segala kerugian yang diderita pasien RD. Dengan demikian, kata dia, kejadian serupa tidak akan terulang di masa yang akan datang.
“Kami menilai selama ini banyak masyarakat Aceh yang meragukan pelayanan medis dari fasilitas kesehatan di daerah. Oleh karena itu, banyak masyarakat Aceh yang memilih untuk berobat ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri,” sesal Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh ini.
Qodrat menceritakan terkuaknya dugaan kelalaian dokter spesialis Sp.OG berinisial EA berawal dari korban mengalami gejala yang tidak wajar. RD mengeluhkan nyeri pada area kemaluannya pasca operasi. Selain itu, area intim RD juga mengeluarkan cairan kuning bercampur darah. Belakangan diketahui keluhan yang dialami RD disebabkan karena gumpalan kain kasa (tampon) sebesar kepalan tangan yang tertinggal dalam kelamin pasien, selama berbulan-bulan.
Menurut Qodrat dugaan malapraktik itu terjadi pada 28 Juni 2023. Saat itu, RD baru melahirkan anak pertamanya secara normal pada seorang bidan di Desa Purwodadi, Kecamatan Kejuruan Muda. Setelah satu jam bayi dilahirkan, RD mengalami retensio plasenta, yakni kondisi dimana plasenta atau ari-ari bayi tidak keluar dari rahim ibu setelah 30 menit proses persalinan. RD kemudian dirujuk ke RSUD Aceh Tamiang untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Di rumah sakit milik pemda ini, RD mendapat tindakan operasi pembedahan perut (post laparatomiI) untuk mengeluarkan plasenta dari rahimnya. Pasca operasi, RD dirawat intensif selama beberapa hari di ruang Intenssive Care Unit (ICU), hingga diperbolehkan pulang pada 5 Juli 2023.
Berdasarkan surat dokter, RD didiagnosa mengalami post laparatomi ai morbidly adherent plus riwayat syok hipovolemik P1 post partum spontan luar, di bidan. Pasca operasi itu, kesehatan RD makin memburuk.
“Nifasnya tidak kunjung berhenti meski sudah memasuki hari ke-70 pasca persalinan,” ujarnya.
Kondisi yang semakin memburuk membuat RD memeriksakan diri ke dokter spesialis, di Kota Langsa. Saat pemeriksaan baru diketahui adanya benda asing dalam kemaluan RD. Dokter tersebut kemudian menyarankan operasi untuk mengeluarkan benda tersebut.
“RD kembali menjalani operasi di RS Cut Mutia Langsa pada 13 September 2023. Operasi itu mengeluarkan gumpalan tampon kain kasa yang ukurannya sekepalan tangan,” terangnya.
Kasus ini sudah coba dimediasi oleh pihak rumah sakit, tetapi belum ada titik temu.
“Keluarga RD pernah mengadukan kejadian tersebut ke RSUD Tamiang. Direktur RSUD meresponnya dengan mengunjungi rumah pasien pada 19 September 2023,” kata M Qodrat.
Direktur RSUD Aceh Tamiang, dr Andika Putra yang dikonfirmasi wartawan, pada Selasa (14/11), membenarkan kejadian tersebut.
“Betul ada, kasusnya sudah sampai ke Polda,” kata Andika. Dia juga tidak menampik adanya tampon atau kain kasa yang dimasukkan pada saat tindakan operasi. Namun tindakan itu menurutnya sudah sesuai standard operating procedure (SOP) rumah sakit.
Menurutnya berdasarkan laporan bidan desa ke dokter, kondisi pasien sedang gawat darurat usai melahirkan. Sehingga saat itu RD harus segera dioperasi.
“Tampon atau kasa itu sengaja dibentuk tebal untuk menghentikan pendarahan hebat pasien. Secara medis, operasi untuk mengeluarkan plasenta yang dilakukan dr. EA berhasil, si pasien bisa selamat dari pendarahan,” ujar Andika.
Terkait hal itu, Andika Putra mengaku sudah dimintai keterangan oleh penyidik Polda Aceh. Selain Direktur, dr EA yang melakukan operasi terhadap pasien, juga sudah dipanggil pihak Polda.
“Kami masih menunggu proses perkembangan selanjutnya dari Polda Aceh,” kata Andika.
Direktur RSUD Aceh Tamiang itu juga menyatakan bahwa semua tindakan yang dilakukan para medis dokter maupun perawat di rumah sakit tersebut sudah sesuai SOP. Dalam kasus ini, Andika Putra tetap bersikap profesional tidak ingin membenarkan perbuatan dokter tersebut.
“SOP sudah pasti dilakukan. Tapi apa pun ceritanya, faktanya ada tertinggal benda di dalam. Jadi ini kelalaian, berbeda dengan malapraktik,” jelas Andika mengakhiri. (TM/Sutrisno).